‘Where are you going to go?’ tanyanya sambil meletakkan secangkir teh hangat di meja saya.
‘Going home.’ Saya menjawab singkat sambil mengamati landasan pacu yang
tampak jelas dari balik dinding-dinding kaca restoran ini.
‘Going home?’ Ia berkerut. ‘You do not look like someone who will be going home.’
Kalimat inilah yang membuat saya mengalihkan perhatian dari bulir-bulir hujan yang menggurat kaca. ‘Sorry. What do you mean?’
…
(Satu Malam di O’Hare)
***
Kadang,
kita menemukan rumah justru di tempat yang jauh dari rumah itu sendiri.
Menemukan teman, sahabat, saudara. Mungkin juga cinta. Mereka-mereka
yang memberikan ‘rumah’ itu untuk kita, apa pun bentuknya.
Tapi
yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri
kita sendiri: sebuah rumah yang sesungguhnya. Yang membuat kita tak akan
merasa asing meski berada di tempat asing sekalipun…
… because travelers never think that they are foreigners.
*****
“…
Windy membuat buku ini istimewa karena kepekaannya dalam mengamati dan
berinteraksi. Ia juga seorang penutur yang baik, yang mengantarkan
pembacanya dalam aliran yang jernih dan lancar. Dan bagi saya, itulah
yang melengkapkan sebuah buku bertemakan perjalanan. Pengamatan
internal, dan tak melulu eksternal.”
—Dewi "Dee" Lestari, penulis
“Semua
orang bisa pergi ke Vietnam, Paris, bahkan Pluto. Tapi, hanya beberapa
saja yang memilih pulang membawa buah tangan yang mampu menghangatkan
hati.
Windy berhasil menyulap perjalanan yang paling sederhana
sekalipun jadi terasa mewah. Bahkan, celotehannya dalam kesendirian
terdengar ramai. Ramai yang membuat nyaman.”
—Valiant Budi @vabyo, penuli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar