Pengakuannya membuatku merona. Dalam sesaat aku terpaku
memandangnya... seolah dia hanya imaji belaka. Bahwa semua ini hanya
mimpi di suatu malam.
Seolah tak mengerti kejengahanku, kejujuran demi kejujuran meluncur
keluar dari bibirnya. Tentang pujian tulusnya akan maknaku di hidupnya.
Tentang harapannya akan diriku yang hadir di hidupnya selamanya.
Aku belum cukup mengenalnya. Aku tak pernah memikirkannya. Jadi,
bagaimana caraku mengatakan yang sebenarnya, bahwa perasaanku dan
perasaannya tidak berada di garis yang sama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar