Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral
ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan
pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni
holong”, yang artinya jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya
maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.
Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan tubuh dan
melindunginya dari terpaan udara dingin. Menurut kepercayaan leluhur
suku Batak ada tiga sumber yang memberi panas kepada manusia, yaitu
matahari, api dan ulos. Dari ketiga sumber kehangatan tersebut ulos
dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Dahulu nenek moyang suku Batak adalah manusia-manusia gunung,
demikian sebutan yang disematkan sejarah pada mereka. Hal ini disebabkan
kebiasaan mereka tinggal dan berladang di kawasan pegunungan. Dengan
mendiami dataran tinggi berarti mereka harus siap berperang melawan
dinginnya cuaca yang menusuk tulang. Dari sinilah sejarah ulos bermula.
Pada awalnya nenek moyang mereka mengandalkan sinar matahari dan api
sebagai tameng melawan rasa dingin. Masalah kecil timbul ketika mereka
menyadari bahwa matahari tidak bisa diperintah sesuai dengan keinginan
manusia. Pada siang hari awan dan mendung sering kali bersikap tidak
bersahabat. Sedang pada malam hari rasa dingin semakin menjadi-jadi dan
api sebagai pilihan kedua ternyata tidak begitu praktis digunakan waktu
tidur karena resikonya tinggi. Al hajatu ummul ikhtira’at, karena
dipaksa oleh kebutuhan yang mendesak akhirnya nenek moyang mereka
berpikir keras mencari alternatif lain yang lebih praktis. Maka lahirlah
ulos sebagai produk budaya asli suku Batak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar